![]() |
SMPN 3 Tambun Selatan--------------Foto diambil 13/01/2018 |
Bekasi, Metro.
Banyak bangunan sekolah
yang dikerjakan tahun anggaran 2017 tidak selesai tepat waktu. Diduga
kontraktor sebagai pelaksan pembangunan abaikan sura Edaran Kepala Dinas PUPR ,
yang mengatakan, seluruh proyek dalam Dinas PUPR harus selesai tanggal 27
Desember 2018. Hingga awal Januari 2018, masih banyak proyek yang dikerjakan
kontraktor.
Dalam LPS Kabupaten
Bekasi tertuang bahwa, kegiatan pembangunan Sekolah Menegah Pertama (SMP)
Negeri 3 Tambun Selatan, adalah tahun tunggal. Tetapi hingga berita ini dibuat,
beberapa pekerja bangunan masih melakukan pekerjaan. Hal itu menunjukkan kurang
adanya pengawasan dari Pemerintah daerah dan Konsultan yang telah ditetapkan
oleh pengguna anggaran. Hal itu dikatakan, Ketua DPC Grasi, Malau kepada
wartawan baru-baru ini.
Malau menjelaskan, penandatangan kontrak kerja
dengan pemenang tender PT banguntama Jaya dengan harga penawaran Rp
2.142.099.000 dan harga terkoreksi, Rp 2.142.098.000, tanggal 13 September
2017, akan selesai tanggal 19 Desember 2017. Tetapi hingga bulan Januari
2018, proyek pembangunan SMP Negeri 3
Tambun Selatan, masih belum selesai dan masih tahap pengerjaan. Padahal Surat
Edaran Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, (PUPR), Kabupaten
Bekasi, Jamaludin Nomor, 602 2/1379 /KP/DPPKPP/2017, Tentang pelaksanaan
kegiatan konstruksi pada bidang kawasan permukiman Dinas perumahan rakyat ,
menyatakan, kegiatan pembangunan tahun anggaran 2017, harus selesai tanggan 27
Desember 2017.
“Dari ketidakmampuan PT
Frima banguntama Jaya, menyelesaikan pekerjaan sesuai waktu, terdapat indikasi
kuat bahwa, tenaga ahli yang mereka upload saat tender hanyalah sewaan. Coba
saja cek lapangan, apa benar para tenaga ahli yang dicantumkan dalam dokumen
penawarannya itu memang betul-betul hadir di sana,” kata Ungkap.
Akibat keterlabatan
pembangunan ruang belajar menjadikan kegiatan belajar mengajar menjadi
terganggu. Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Bekasi seolah
tidak begitu perduli atas kegiatan Pendidikan. Sudah saatnya pembangunan sarana
Pendidikan dialihkan ke Dinas Pendidikan,
supaya benar-benar mengawasi pembangunan ruangan belajar serta
melibatkan pengelola sekolah. Masalah teknis pembangunan, Dinas pendidikan
hanya butuh tenaga ahli dibidang pembangunan atau bekerjasama dengan PUPR.
Beberapa bangunan
sekolah mulai dari tingkat Sekolah dasar (SD) dan SMP banyak yang tidak selasai
sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Seperti yang terjadi pada SD Negeri
06, Mekarsari Tambun Selatan, empat ruangan belajar sejak tahun anggaran 2015
hingga awal tahun 2018 masih mangkrak. Pemerintah daerah menghentikan
pembangunan karena tidak selesai tepat waktu, tetapi tahun anggaran 2016 dan
2017, tidak ada tindak lanjut pembangunan ruangan belajar tersebut
mengakibatkan kegiatan belajar mengajar menjadi terganggu. Pihak sekolah hanya
dapat mengajukan lanjutan pembangunan ke Dinas Pendidikan melalui UPTD
Pendidikan, tetapi karena pelaksanaan pembangunan gedung sekolah ditangani
Dinas PUPR, maka sarana pendidikan tersebut
terabaikan.
Selain SD Negeri
Mekarsari 06, SD Mekarsari 01 Tambun
selatan, juga mengalami hal yang sama, ruangan belajar yang dibangun tahun
2015, sebanyak 6 ruang, mangkarak, pada tahun anggaran 2017 dlanjutkan, tetapi
dana yang dialokasikan tidak mampu untuk menyelesaikan pembangunan ruang belajar
tersebut.
Dalam laporan
keterangan pertanggung jawaban (LKPJ) Bupati, awal taun 2016, rehap total SD N,
Mekarsari 06 dari 900.000.000, terealisasi 56,98% dibayar sebesar Rp
512.835.558, sedangkan untuk SDN, Mekarsari 01, dari Rp 1.600.000.000, dibayar
Rp 806.901.975, atau terealisasi, 50,43%. Dengan adanya pemutusan kontrak kerja
dengan pelaksana sebelumnya, Pemda Kabupaten Bekasi seharusnya melakukan tender
ulang untuk kelanjutan pembangunan gedung sekolah yang terbengkalai. Kalau
tidak segera dilakukan tender ulang, akan menimbulkan kegiatan belajar mengajar
(KMB) di sekolah menjadi terganggu. Bagai mana siswa bisas pintar/? belajar
saja tidak maksi-mal, ujar Malau.
Menurut, Malau,
kalau pembangunan itu tahun anggaran
2017, hingga tahun anggaran 2018 belum selesai, jelas sudah menyalahi aturan.
Semua kegiatan pembangunan tahun anggaran 2017 sudah harus selesai diakhir
tahun 2017. Diduga pengguna anggaran tidak mengawasi kegiatan pelaksanaan
pembangunan. Ada dugaan pengguna anggaran dengan pelaksana pembangunan ada
main.
Keterlambatan
penyelesaian pembangunan ruangan belajar tersebut, menunjukkan kurang seriusnya
pengguna anggaran dan konsultan melakukan pengawasan terhadap proyek
pemerintah. Kalau pengguna anggaran melakukan pengawasan tidak akan terjadi
keterlambatan pembangunan.
Perpres 54/2010 Pasal
93 yang memuat tentang ketentuan Pemutusan Kontrak merupakan salah satu pasal
yang mengalami perubahan sangat mendasar. Sebelum membahas lebih jauh Pasal 93,
akan dijelaskan terlebih dahulu tentang Kontrak Tahun Tunggal. Pengertian
Kontrak Tahun Tunggal berdasarkan Pasal 52 ayat (1) adalah ”Kontrak yang
pelaksanaan pekerjaannya mengikat dana anggaran selama masa 1 (satu) Tahun
Anggaran”. Yang dimaksud dengan Tahun Anggaran berdasarkan Pasal 11 Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara adalah “meliputi masa satu
tahun mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember”. Dengan demikian,
dalam penetapan jangka waktu pelaksanaan harus memperhatikan batas akhir tahun
anggaran.
Perpres 54/2010 beserta
semua perubahannya harus dipahami secara utuh agar tidak terjadi bias dan
multitafsir. Merujuk pada Pasal 51 ayat (2), penetapan jangka waktu pelaksanaan
pada Kontrak Tahun Tunggal tidak boleh melampaui batas akhir tahun anggaran
(tanggal 31 Desember tahun berkenaan). Hal ini sudah jelas dan tidak perlu
diperdebatkan lagi. Hanya saja, pemahaman tentang jangka waktu pelaksanaan yang
tertuang dalam Kontrak harus dibedakan dengan masa keterlambatan pelaksanaan
pekerjaan sebagaimana diatur pada Pasal 93. Jangka waktu pelaksanaan dalam
Kontrak sudah jelas tidak boleh melampaui batas akhir tahun anggran, namun masa
keterlambatan penyelesaian pekerjaan boleh melewati batas akhir tahun anggaran.
Permasalahan yang sering dijumpai saat pelaksanaan kontrak antara lain belum
selesainya pekerjaan sampai dengan batas akhir tahun anggaran. PPK seringkali
berada dalam posisi dilematis.
Disatu sisi kondisi
pekerjaan masih berlangsung dan output-nya berhubungan dengan hajat hidup orang
banyak, namun disisi lain tahun anggaran akan segera berakhir. Dalam situasi
seperti ini PPK dituntut untuk mampu mengambil keputusan yang dapat
menguntungkan semua pihak (win-win solution). PPK mendapatkan output pekerjaan,
Penyedia tidak mengalami pemutusan Kontrak, dan masyarakat dapat menikmati
manfaat dari hasil pekerjaan tersebut. Pasal 93 memberikan ruang kepada PPK dan
Penyedia untuk menggunakan masa keterlambatan dalam penyelesaian pekerjaan.
Terdapat dua ayat dalam Pasal 93, yaitu: pertama, mengatur tentang ketentuan
pemutusan Kontrak secara sepihak oleh PPK (Pejabat Pembuat Komitmen); dan
kedua, mengatur tentang tindakan yang dilakukan oleh PPK setelah dilakukan
pemutusan kontrak karena kesalahan Penyedia. Berikut kutipan lengkap isi pasal
93 ayat (1) dan (2). Pasal 93 ayat (1), PPK dapat memutuskan Kontrak secara
sepihak, apabila: kebutuhan barang/jasa tidak dapat ditunda melebihi batas
berakhirnya kontrak; a.1. berdasarkan penelitian PPK.
Penyedia Barang/Jasa
tidak akan mampu menyelesaikan keseluruhan pekerjaan walaupun diberikan
kesempatan sampai dengan 50 hari kalender sejak masa berakhirnya pelaksanaan
pekerjaan untuk menyelesaikan pekerjaan; a.2. setelah diberikan kesempatan
menyelesaikan pekerjaan sampai dengan 50 hari kalender sejak masa berakhirnya
pelaksanaan pekerjaan, Oleh karena itu, Pasal 93 ayat (1) huruf a.2 memberikan
ruang kepada Penyedia untuk menyelesaikan pekerjaan dalam kurun waktu 50 hari
kalender masa keterlambatan. Penjelasan Pasal ini tercantum “cukup jelas”,
artinya tidak perlu lagi dimaknai lain. Dengan demikian, tidak ada larangan
jika masa keterlambatan tersebut melampaui batas akhir tahun anggaran.
Pemberian waktu
keterlambatan tentu didasari pada itikad baik (good faith) dari masing-masing
pihak untuk menyelesaikan pekerjaan. Selama masa keterlambatan Penyedia
dikenakan denda sebesar 1/1000 (satu perseribu) dari nilai Kontrak atau nilai
bagian Kontrak untuk setiap hari keterlambatan (Pasal 120). Penjelasan Pasal 93
ayat (1) huruf b: “Adendum bukti perjanjian dalam hal ini hanya dapat dilakukan
untuk mencantumkan sumber dana dari dokumen anggaran Tahun Anggaran berikutnya
atas sisa pekerjaan yang akan diselesaikan (apabila dibutuhkan), katanya.
Sementara itu Kepala
sekolah SD N mekarsari 01, ketika dikonfirmasi diruangannya mengatakan, tahun
anggaran 2017, Pemerintah daerah melanjutkan pembangunan ruangan belajar yang
terbengkalai sejak tahun 2016. Tetapi bangunan tersebut tetap tidak selesai
karena anggaran yang dikucurkan tidak cukup untuk menyelasiakan pembangunan
ruangan belajar. Saat ini yang sudah selesai hanya dibawah, sedangkan tiga
ruangan di atas masih terbengkalai. Kami tidak mengetahui kenapa dana untuk
penyelesaian bangunan tersebut dicicil katanya.
Dia mengajak wartawan
turut memantau pembangunan, kalau ada atemuan pelanggaran dilapangan mari kita
kita sikapi bersama, agar pembangunan bias berjalan sesuai harapan rakyat,
ujarnya. (Dapot)