![]() |
illustrasi |
BEKASI, METRO
Banyak kalangan menilai
penanganan kasus korupsi yang saat ini ditangani oleh Kejaksaan Tinggi Maluku
mati suri. Konon kabarnya kasus yang menarik perhatian publik seakan tenggelam.
Pada hal Berdasar pada
pasal 18 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 yang telah diubah dengan UU nomor 20
tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto pasal 55 ayat (1)
ke1 KUH Pidana, maka seharusnya bukti-bukti permulaan yang diperoleh dari para
saksi dan surat-surat yang telah dikantongi Kejaksaan Tinggi Maluku harusnya
final dalam perkara dugaan korupsi jual beli surat hutang obligasi PT. Bank
Maluku-Maluku Utara tahun 2014 lalu.
Sebut saja perkara
dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) tentang jual beli hutang obligasi PT.
Bank Maluku-Maluku Utara tahun 2014 lalu. Sejumlah oknum telah medekam di trail
besi. Sementara yang lainnya masih diberikan peluang dan bebas begitu saja
tanpa ada kelanjutannya. Padahal sejumlah bukti yang telah dikantongi Kejati
Maluku harusnya dipercepat sebelum terlaksanannya pemilihan gubernur Maluku
mendatang. Sebab diduga kuat ada keterlibatan salah actor besar dalam kasus
Bank Maluku yang ikut serata dalam pemilihan gubernur Maluku.
Ketua LSM Gerakan
Rakyat Anti Korupsi (Grak) Maluku Efendy Rumagorom, meminta Perwakilan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) Maluku segera mengambil langka guna mengusut
sejumlah kasus korupsi yang saat ini ditangani oleh Kejaksaan Tinggi Maluku.
Sebab dinilai Kejaksaan Tinggi Maluku Lamban dalam bekerja. Padahal diduga
sejumlah kasus korupsi yang saat ini mengambang dikarenakan ada terlibatan
sejumlah orang penting di daerah ini yang juga ikut serta dalam pilkada
serentak nantinya.
“Usut tuntas aktor di
balik praktek suap dan korupsi Obligasi Bank Maluku. Kami menduga ada
keterlibatan Said Assagaf dalam perkara tersebut, namun yang bersangkutan lolos
sebagai calon gubernur Maluku dalam pusaran pilkada,” kata Efendy pada
keterangan persnya via massenger, Selasa 27/03/18 kepada wartawan SKU
Metropolitan.
Untuk diketahui, KPK
beberapa waktu belakangan ini berhasil melakukan penindak lanjuti pengaduan
tipikor dan telah menetapkan sejumlah kepala daerah sebagai tersangka dugaan
korupsi. Ironisnya, kepala daerah yang terjaring dalam operasi tindak pidana
korupsi, yang juga merupakan petahana atau kepala daerah yang maju dalam
pilkada saat ini.
Ia menyebut, calon
Gubernur Maluku, yang juga politik Golkar, menjadi act\or dibalik tindak pidana
pengadaan kantor BPDM di Surabaya .
Jika benar hasil suap
dan korupsi dipusaran pilkada digunakan sebagai modal politik, menguatkan
asumsi bahwa Said Assagaf merupakan tokoh dibelakang menjadi tersangka,
harusnya dipercepat proses agar tidak menjadi muatan politik jelang pilkada,
terangnya
Olehnya itu, Kejaksaan,
KPK, Kepolisian sebagai lembaga anti korupsi harus bekerja professional sesuai
dengan visi dan misi mereka untuk mengusut tuntas keterlibatan elit politik
dalam kasus Bank Maluku sehingga pilkada dapat terwujud. Pemimpin daerah harus
bersih, jujur dan konsisten melawan korupsi dan suap dilingkungan birokrasi pemerintah
daerah nantinya.
“Ironis, jika pesta
demokrasi yang merupakan bagian dalam mencari seorang pemimpin daerah dengan
visi-misi yang siap melawan korupsi dan suap justru melakukan praktek haram
tersebut yang terindikasi digunakan sebagai modal kampanye dalam polkada,”tegasnya
Berita terkait
sebelumnya yang di beberapa media online
menyebutkan bahwa bekas Direktur Utama PT Bank Maluku, Idris Rolobessy dan
kawan-kawan telah divonis dan menjalani hukuman penjara di Lapas Ambon. Kasus
tersebut terkait korupsi pengadaan gedung kantor cabang PT Bank Maluku di Jalan
Raya Darmo No.51 Surabaya pada tahun 2014 senilai Rp54 miliar.
Idris Rolobessy oleh
majelis hakim No. 38/Pid.Sus-TPK/2016/PN-Amb diputuskan dipidana penjara selama
8 tahun dan denda Rp 3 Miliar dan uang pengganti sebesar Rp. 100 juta rupiah.
Majelis Hakim yang diketuai Suwono SH, menyatakan Idris Rolobessy terbukti
bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan tidak pidana
pencucian uang secara bersama-sama.
Dalam keputusan banding
di Pengadilan Tinggi Ambon hukuman kepada Idris Rolobessy sesuai Perkara No.
10/Pid.SUS-TPK /2017/PT AMB diperberat menjadi penjara selama 10 Tahun dan
denda sebesar Rp. 500 Juta.
Sementara Heintje yang
merupakan Dirut CV Harves dihukum 12 tahun penjara, membayar denda Rp 800 juta
subsider tujuh bulan kuru¬ngan serta membayar uang pengganti Rp 7,2 miliar
sub¬sider 4 tahun penjara.
Sedangkan mantan Kepala
Devisi Renstra dan Corsec Bank Maluku, Petro Ridolf Tentua hukumannya tak
berubah. PT menguatkan putu¬san Pengadilan Tipikor Ambon yang menghukumnya 6
tahun penjara, dan membayar denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan.
Dugaan keterlibatan
Said Assagaf diketahui dalam akte pembelian kantor Bank Maluku Cabang Surabaya
tersebut ditandatangani oleh Assagaf dan Richard Louhenapessy yang menjabat
selaku walikota Ambon. Akte tersebut berupa surat keputusan RUPS tentang
persetujuan pengadaan lahan dan gedung untuk kantor cabang Surabaya Bank
Maluku. Said Assagaf selaku Gubernur Maluku merupakan pemegang saham pengendali
sedang Louhenapessy selaku walikota Ambon merupakan wakil pemegang saham.
Keganjilan utama dalam
dokumen tersebut yakni penandatangan Surat Keputusan RUPS dibuat secara backdate
(antidateren) oleh Assagaf sebagai Gubernur Maluku pada bulan mei 2015 namun
disulap seolah-olah ditandatangani pada tanggal 13 November 2017.
Seluruh penyimpangan
tersebut diduga melanggar ketentuan Bank Indonesia sesuai Surat Edaran BI No:
15/7/DPNP, tanggal 8 Maret 2013 tentang pembukaan jaringan kantor bank umum
berdasarkan modal inti, investasi, pembangunan gedung kantor dan inventaris
yang menetapkan maksimal Rp 8 miliar untuk pembukaan kantor cabang bagi bank
memiliki modal inti di bawah Rp 1 triliun (Max DG)