BEKASI, METRO- Penyerapan pengelolaan anggaran Dana Bos yang bersumber
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) Provinsi Jawa Barat, serta Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Bekasi terhitung sejak juni sampai Desember
2017 lebih kurang Rp.9,8 Milliar di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 1
Cikarang Barat, diduga jadi “Bancakan Pengelola Sekolah”.
Bahkan dalam
pengelolaan anggaran swakelola dari APBN 2017 berupa pembangunan 2 ruang
praktek dengan nilai anggaran Rp. 566.984.000, diduga kuasa pengguna anggaran
tidak memenuhi petunjuk tehnis.
Menanggapi hal tersebut
Kordinator Investigasi Center For Budget
Analysis (CBA), Jajang Nurjaman, saat diminta tanggapan oleh SKU Metropolitan
melalui Wathshap, minggu (29/4/2018). mengatakan, bahwa Center for Budget
Analysis (CBA) mendorong Kejaksaan
Negeri Kabupaten Bekasi, menindaklanjuti dugaan penyelewengan dana pendidikan
di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
Negeri 1 Cikarang Barat. Dengan ketidakjelasan Pengelolaan dana senilai Rp 9,8
miliar ditambah pembangunan dua ruang praktek senilai ratusan juta lebih serta
pembiayaan pendidikan yang dibebankan sekolah kepada siswa.
Menurutnya, untuk
pengelolaan dana Bos misalnya, sudah diatur melalui Permendikbud No 26 Tahun
2017. Di sini diatur dengan jelas terkait perhitungan dana bos yang harus
diterima serta petunjuk teknis penggunannya.
Penegak hukum harus hadir di sini, jangan sampai dana penting terkait
pendidikan, khususnya yang berasal dari uang Negara justru disalahgunakan oknum
tidak bertanggung jawab.
“Untuk itu kejaksaan
justru harus proaktif dengan masalah-masalah potensi penyelewengan dana dan
langsung membuka pemeriksaan. jangan malah pasif diem saja, “ tegasnya
Karena biasanya
kejaksaan negeri termasuk di bekasi nunggu laporan dulu dari amsyarakat, tapi
hal ini sering dijadikan alasan untuk tidak bergerak. padahal kalau kita lihat
banyak kasus terkait pengelolaan dana pendidikan di kab bekasi yang bermasalah,
namun tidak ditindaklanjuti
“Namun kasus di atas
bisa dijadikan jalan untuk membongkar indikasi praktif menyimpang di sekolah
lainnya”ungkapnya
Diberitakan sebelumnya,
Pungutan kepada orangtua siswa yang telah terjadi pada awal tahun pembelajaran
Juli sampai Desember 2017 di satuan pendidikan SMAN/SMKN/SLB di Kabupaten
Bekasi, Propinsi Jawa Barat diduga kuat telah menimbulkan pembohongan publik,
khususnya terhadap orang tua peserta didik.
Punggutan yang
dilakukan pihak penyelenggara satuan pendidikan, melalui Komite diduga kuat
melakukan penafsiran yang salah terkait Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan (Pemendikbud) Nomor. 75 tahun 2016.
Dimana pihak
penyelenggara pendidikan bersama Komite melakukan "Kalobirasi" dalam
menentukan besaran anggaran pendidikan pada satuan sekolah, sementara itu
publik masih dibinggungkan berapa besaran Standart Pelayanan Minimal (SPM) pada
satuan pendidikan pada SMK Negeri 1 Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi, yang pada
saat itu dipimpin Nopriandi, sebelum dimutasi pada bulan Maret 2018, saat ini
menjabat Kepala SMK Negeri 1 Tambelang. Iuran yang dimaksud dalam penggalangan
dana pendidikan yang di punggut berkedok iuran siswa, namun berapliasi SPP
terhadap orangtua siswa.
Ditelisik melalui
mekanisme Kepmendikbud No. 75 tahun 2016, pasal 1, angka 4 dan 5 tidak sejalan
dengan pasal 10, ayat 2, dan hal itu diperkuat kembali pada Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor. 17 tahun 2010, dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor. 48
tahun 2008, pasal 51, ayat 5, huruf c.
PP Nomor. 44 tahun 2012
menyebutkan, sumbangan adalah penerimaan biaya pendidikan baik berupa uang
dan/atau barang/jasa yang diberikan oleh peserta didik, orangtua/wali,
perseorangan atau lembaga lainnya kepada satuan pendidikan dasar yang bersifat
sukarela, tidak memaksa, tidak mengikat, dan tidak ditentukan oleh satuan
pendidikan dasar baik jumlah maupun jangka waktu pemberiannya.
Pungutan tidak boleh:
a). Dilakukannya kepada peserta didik atau orang tua/walinya yang tidak mampu
secara ekonomis; b). Dikaitkan dengan persyaratan akademik untuk penerimaan
peserta didik, penilaian hasil belajar peserta didik, dan/atau kelulusan
peserta didik dari satuan pendidikan; dan/atau; c). Digunakan untuk
kesejahteraan anggota komite sekolah atau lembaga representasi pemangku
kepentingan satuan pendidikan baik langsung maupun tidak langsung.
Hal ini seperti yang
telah dilangsir media Metropolitan yang terjadi pada Satuan Pendidikan Menengah
Kejuruan (SMK) Negeri 1 Cikarang Barat, pihak sekolah menggunakan
kepanjangtanganan komite sekolah untuk menarik biaya pendidikan kepada siswa
dengan mengacu pada Kepmendikbud No. 75 Tahun 2018, sepertinya mengabaikan
peraturan lainnya, diantaranya Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2008 dan PP.
17 Tahun 2010, serta pedoman tatacara penarikan punggutan atau
sumbangan/bantuan yang dikeluarkan Dinas Pendidikan Jawa Barat No.
422.4/23164-ser.Disdik tertanggal 12 Juli 2017. Dan Surat Edaran Direktorat
Jendral (Dirjen) Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor. 82954/A.14/Bk/3017
tertanggal 22 Desember 2017.
Anggaran yang
dikucurkan ke SMKN 1 Cikarang Barat, per Desember 2017 terdiri dari:
1). Bantuan Khusus
Keuangan (BKK) Kab. Bekasi sebesar Rp. 1.700.000/siswa/tahun berdasarkan
perhitungan Data Pokok Peserta Didik (Dapodik) tahun 2017/2018, semester
ganjil, dengan jumlah siswa sebanyak
2.246 orang = Rp. 3.818.200.000.
2). Anggaran Pendidikan
Menengah Universal (PMU) Prov. Jabar tahun 2017 sebesar Rp.
700.000/siswa/petahun x 2.246 siswa = Rp.1.572.200.000.
3). Iuran Komite,
setara SPP siswa Rp. 280.000 x 2.264 x 6 bulan = Rp. 3.803. 520.000,- sebagai
beban orangtua sejak Juli sampai Desember 2017.
4). Bantuan Oprasional
Sekolah (BOS) APBN pada triwulan ke VI Oktober - Desember 2017 Rp.
679.200.000,-
Diperkirakan total
penyerapan dalam pengelolaan anggaran APBN dan APBD Jawa Barat serta APBD Pemda Kabuaten Bekasi yang diserap SMKN 1
Cikarang Barat sejak Juli sampai Desember 2017 sebesar Rp. 9.873.120.000,-
diduga jadi "Bancakan pengelola sekolah".
Dalam pengelolaan
anggaran swakelola dari APBN 2017 berupa pembangunan 2 ruang praktek dengan
nilai anggaran Rp. 566.984.000, diduga kuat Noprihadi selaku kuasa pengguna
anggaran tidak memenuhi petunjuk tehnis, pasalnya tidak dilengkapinya meubelair
pada 2 ruang praktek.
Disamping itu Informasi
yang dihimpun wartawan Metropolitan, dari sejumlah orang yang bertugas di SMKN
1 Cikarang Barat, diduga telah terjadinya penjualan asset sekolah sebuah Mobil
APV. Beberapa orang tua siswa kelas XII, juga mengeluhkan biaya Tour/perpisahan untuk kelas XII tujuan
Yogyakarta sebesar Rp. 1.700.000, per siswa, seperti yang telah dilansir
Metropolitan pada edisi 191.
Investigasi lanjutan
yang dilakukan pada Senin (16/04/18) terhadap keberadaan Roda 4 jenis APV yang
sebagaimana telah disebutkan pada edisi lalu, kendaraan oprasional sekolah
jenis APV tidak terlihat keberadaannya pada lokasi ruang praktek siswa/Ware
Hous yang disebutkan sebelumnya. Sebuah kendaraan yang ada di ruang praktek
siswa, berjenis Minibus diduga bukan kendaraan jenis yang dimaksud.
Sementara Kepala
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 1 Cikarang Barat Bambang Nurcahyo saat
ditemuin wartawan SKU Metropolitan diruangannya, Rabu (11/4/2018), membatah
adanya penjualan aset sekolah sebuah mobil roda 4.
“Hal tersebut tidak
benar kondisi mobil saat ini baru saja memperpanjang pajak kendaraan yang sudah
empat tahun mati, bahkan kondi mobil pada saat ini baik dan berada diruang
praktek,” ujarnya
“Mengenai Penerima
Iuran siswa pada bulan juni sampai dengan Desember 2017 dan penggunaan
penerimaan BKK desember 2017 serta adanya pengelolaan anggaran swakelola dari
APBN 2017 yang tidak dilengkapi dengan Moubelair, sebenarnya agar ditanyakan
langsung kepada yang bersangkutan (Red-Kepala sekolah ) sebelumnya,” Katanya.
“Saya akan menanyakan
dulu kepada pihak pengelola yang berkopenten pada saat itu,” mintanya.
Sebelumnya mantan
Kepala Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 1 Cikarang Barat Nopriandi, saat
dikompimasi lewat ponsel celulernya di nomor 0812 9599 9xxx, sabtu 10 -13 Maret
2018, tidak mendapatkan respon. (Rudy H. Lubis/Red)