BEKASI, METRO - Proyek Pembangunan
RKB (Ruang Kelas Baru) SMKN 1 Babelan yang di laksanakan oleh CV. INTI GUNA
KARYA dengan pagu anggaran 1.788.370.000,00 dari APBD Kabupaten Bekasi, melalui
lelang LPSE Tahun 2015. Hingga saat ini dibuat belum ada tanda tanda kan
dilanjutkan pembangunannya, hal itu dikatakan kepala Sekolah SMK Negeri 1 Babelan
Saparudin kepada wartawan baru- baru ini.
Saparudin menjelaskan, mangkraknya
pembangunan enam (6) RKB SMK1 Babelan, akibatnya Kegiatan Belajar Mengajar
(KBM) terganggu. Kondisinya sekarang saat ini sungguh memprihatinkan,
pasalnya proyek tersebut ditinggalkan oleh Kontraktornya tanpa menyelesaikan
pembangunan. Kami tidak tahu apa alasan kontraktor meninggalkan bangunan begitu
saja karena saya baru bertugas di sekolah ini awal tahun 2018, katanya.
Menurutnya, agar areal lokasi
bangunan tidak menjadi sarang ular atau serangga yang dapa membahayakan siswa, kami
mengeluarkan biaya untuk membersihkan alang- alang dan berbagai tumbuhan yang
berambat hingga atap. Kami sangat mengharapkan Pemerintah Jawa Barat dan
Pemerintah Pusat segera malanjutkan pembangunan tersebut, harapnya.
Pengamatan wartawan SKU METROPOLITAN
dilapangan, kondisi bangunan sudah sangat memprihatinkan. Beberapa kerangka
atap yang terbuat dari baja ringan sudah mulai lapuk. Kalau tidak segera
dilanjutkan pembangunan nya.
Sementara itu Ketua DPP LSM,
Peduli Anak Bangsa (PAB), Drs Halder ketika dimintai tanggapannya tentang
mangkraknya pembangunan 6 ruangan kelas baru (RKB) SMKN 1 Babelan menjelaskan,
mangkraknya pembangunan ruangan
belajar tersebut, menunjukkan tidak seriusnya pengguna anggaran dan konsultan
melakukan pengawasan terhadap proyek pemerintah. Kalau pengguna anggaran
melakukan pengawasan tidak akan terjadi magkrak.
Perpres 54/2010, Pasal 93 yang
memuat tentang ketentuan Pemutusan Kontrak merupakan salah satu pasal yang
mengalami perubahan sangat mendasar. Sebelum membahas lebih jauh Pasal 93, akan
dijelaskan terlebih dahulu tentang Kontrak Tahun Tunggal. Pengertian Kontrak
Tahun Tunggal berdasarkan Pasal 52 ayat (1) adalah ”Kontrak yang pelaksanaan
pekerjaannya mengikat dana anggaran selama masa 1 (satu) Tahun Anggaran”. Yang
dimaksud dengan Tahun Anggaran berdasarkan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2004 tentang Perbendaharaan Negara adalah “meliputi masa satu tahun mulai dari
tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember”. Dengan demikian, dalam penetapan
jangka waktu pelaksanaan harus memperhatikan batas akhir tahun anggaran.
Perpres 54/2010 beserta semua
perubahannya harus dipahami secara utuh agar tidak terjadi bias dan
multitafsir. Merujuk pada Pasal 51 ayat (2), penetapan jangka waktu pelaksanaan
pada Kontrak Tahun Tunggal tidak boleh melampaui batas akhir tahun anggaran
(tanggal 31 Desember tahun berkenaan). Hal ini sudah jelas dan tidak perlu
diperdebatkan lagi. Hanya saja, pemahaman tentang jangka waktu pelaksanaan yang
tertuang dalam Kontrak harus dibedakan dengan masa keterlambatan pelaksanaan
pekerjaan sebagaimana diatur pada Pasal 93. Jangka waktu pelaksanaan dalam
Kontrak sudah jelas tidak boleh melampaui batas akhir tahun anggran, namun masa
keterlambatan penyelesaian pekerjaan boleh melewati batas akhir tahun anggaran.
Permasalahan yang sering dijumpai saat pelaksanaan kontrak antara lain, belum
selesainya pekerjaan sampai dengan batas akhir tahun anggaran. PPK seringkali
berada dalam posisi dilematis.
Disatu sisi kondisi pekerjaan masih
berlangsung dan output-nya berhubungan dengan hajat hidup orang banyak, namun
disisi lain tahun anggaran akan segera berakhir. Dalam situasi seperti ini PPK
dituntut untuk mampu men-gambil keputusan yang dapat menguntungkan semua pihak
(win-win solution). PPK mendapatkan output pekerjaan, Penyedia tidak mengalami
pemutusan Kontrak, dan masyarakat dapat menikmati manfaat dari hasil pekerjaan
tersebut. Pasal 93 memberikan ruang kepada PPK dan Penyedia untuk menggunakan
masa keterlambatan dalam penyelesaian pekerjaan. Terdapat dua ayat dalam Pasal
93, yaitu: pertama, mengatur tentang ketentuan pemutusan Kontrak secara sepihak
oleh PPK (Pejabat Pembuat Komitmen); dan kedua, mengatur tentang tindakan yang
dilakukan oleh PPK setelah dilakukan pemutusan kontrak karena kesalahan
Penyedia. Berikut kutipan lengkap isi pasal 93 ayat (1) dan (2). Pasal 93 ayat
(1), PPK dapat memutuskan Kontrak secara sepihak, apabila: kebutuhan
barang/jasa tidak dapat ditunda melebihi batas berakhirnya kontrak; a.1.
berdasarkan penelitian PPK,
Penyedia Barang/Jasa tidak akan
mampu menyelesaikan keseluruhan pekerjaan walaupun diberikan kesempatan sampai
dengan 50 hari kalender sejak masa berakhirnya pelaksanaan pekerjaan untuk
menyelesaikan pekerjaan; a.2. setelah diberikan kesempatan menyelesaikan
pekerjaan sampai dengan 50 hari kalender sejak masa berakhirnya pelaksanaan
pekerjaan, Oleh karena itu, Pasal 93 ayat (1) huruf a.2 memberikan ruang kepada
Penyedia untuk menyelesaikan pekerjaan dalam kurun waktu 50 hari kalender masa
keterlambatan. Penjelasan Pasal ini tercantum “cukup jelas”, artinya tidak perlu
lagi dimaknai lain. Dengan demikian, tidak ada larangan jika masa keterlambatan
tersebut melampaui batas akhir tahun anggaran.
Pemberian waktu keterlambatan tentu
didasari pada itikad baik (good faith) dari masing-masing pihak untuk
menyelesaikan pekerjaan. Selama masa keterlambatan Penyedia dikenakan denda
sebesar 1/1000 (satu perseribu) dari nilai Kontrak atau nilai bagian Kontrak
untuk setiap hari keterlambatan (Pasal 120). Penjelasan Pasal 93 ayat (1) huruf
b: “Adendum bukti perjanjian dalam hal ini hanya dapat dilakukan untuk
mencantumkan sumber dana dari dokumen anggaran Tahun Anggaran berikutnya atas
sisa pekerjaan yang akan diselesaikan (apabila dibutuhkan), jelasnya. (DPT)