BEKASI, METRO- Keluhan orang
tua siswa tentang pungutan di Sekolah Menegah Atas (SMA) Negeri 2 Tambun Selatan Kabupaten Bekasi Provinsi
Jawa Barat, berdalih sumbangan pembangunan ruangan belajar dan pendidikan serta
uang seragam, ditanggapai serius oleh Ombdsman.RI
Kepala Ombudsman RI Perwakilan
Jakarta Raya, Teguh Nugroho mengatakan akan menurukan tim kalarifikasi
ke SMAN 2 Tambun Selatan Kabupaten Bekasi, setelah itu mereka (
Red-SMAN2 Tambun selatan) akan
mengirikan verifikasi kepada Ombusman.
“Tentu hal tersebut untuk mengetahui apa yang menjadi dasar hukum SMAN
2 Tambun Selatan Kabupaten Bekasi melakukan itu ( Pungutan atau sumbangan) ,” kata Teguh saat dihubungi
melalui pepesan singkat, rabu (26/9).
“Untuk membuktikan verifikasi mereka (SMAN2
Tambun selatan), Ombusman akan
kelapangan,” tegasnya
Sementara itu, Ketua umum LSM Peduli
Anak Bangsa, Drs Holder S, mengharapkan penegak hukum mengusut kasus dugaan
pungutan yang dilakukan oleh pihak SMAN 2 Tambun Selatan Kabupaten Bekasi
provinsi Jawa Barat. Pungutan yang berdalih hasil kesepakatan dari komite
sekolah (nama lain dari BP3) cukup meresahkan orangtua/walimurid karena
dipungut dengan cara cara ada tekanan kepada siswa.
Tekanan itu antara lain orang tua
disodorkan sehelai kerts yang berisikan surat pernyataan kesanggupan. Para
orang tua disuru mengisi surat pernyataan tersebut dengan nilai yang telah
ditetapkan komite. Isi surat pernyataan tersebut, membayar biaya pembangunan
sebesar Rp 1.500.000 hingga Rp 2.000.000, lebih dan Iuran Pendanaan Pendidikan
(IPP) setiap bulan Rp 300.000, Rp 350.000 dan Rp 400.000.
Iuran pendidikan dan sumbangan
pembangunan ini ternyata bersifat wajib dibayarkan orang tua siswa. Padahal
Pemerintah telah mengalokasikan anggaran untuk pembangunan ruangan belajar
ratusan juta rupiah yang dikerjakan dengan cara swakelola oleh pengelola
sekolah. Diduga bantuan orang tua siswa tersebut hanya untuk memperkaya diri
sendiri oleh Kepala sekolah SMAN 2 Tambun Selatan. Kami akan segera melaporkan
pungutan di SMAN 2 Tambun selatan tersebut ke pengak hukum, ujar Holder.
Holder menambahkan, modus yang
digunakan pihak sekolah dalam menetapkan pungutan pendidikan tersebut adalah
dengan cara, Ditetapkan dalam rapat komite seolah-olah sudah disepakati oleh
orang tua/wali murid. Tidak semua orang tua murid hadir dan komunikasi dalam
rapat, diduga yang ikut rapat adalah wali murid yang berpihak ke Komite atau
sekolah.
Komite sekolah dimanfaatkan untuk
meyakinkan orang tua murid terkait program sekolah yang membutuhkan sumbangan,
sedangkan pengelolaan keuangan sepenuhnya dikendalikan oleh Kepala Sekolah atau
bendahara sekolah, diduga tanpa melibatkan komite sekolah.
Permendikbud RI Nomor 75 Tahun 2016
Tentang Komite Sekolah sudah sangat jelas diatur perbedaan antara bantuan
pendidikan, sumbangan pendidikan dan pungutan pendidikan. Iuran pendidikan atau
apapun istilahnya akan masuk dalam kategori pungutan pendidikan bila bersifat
wajib dan mengikat serta jumlah dan waktunya ditentukan.
Sifat “wajib” terlihat dari
ditetapkannya pungutan pendidikan dan sumbangan pembangunan ini bagi seluruh
siswa kelas X, XI dan XII. Siswa atau orang tua tidak diperbolehkan membayar
secara sukarela karena sudah ditetapkan dalam surat pernyataan yang nilainya
telah ditetapkan komite sekolah. (dpt)