BEKASI, METRO- Manajemen
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Bekasi, diduga kuat melakukan pelanggaran
terhadap Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 Tahun 2014 Tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit. Untuk menutupinya, pihak manajemen
RSUD Kota Bekasi disinyalir melakukan siasat dengan cara melakukan pengendalian
pengadaan obat, baik harga maupun jumlahnya.
“Siasat tersebut
mengakibatkan terjadinya utang obat kepada pihak ketiga, senilai Rp 1.
175.821.625,-. Hal ini, berdasarkan hasil audit tim Inspektorak Kota Bekasi
Nomor 800/235/ITKO. Tanggal 6 April 2016,” demikian dikatakan dewan pendiri LSM
JEKO (Jendela Komukasi), Hery Pandapotan, belum lama ini dalam siaran persnya
yang diterima redaksi.
Menurutnya,
pengelolaan anggaran belanja Obat dan Persedian Obat di RSUD Kota Bekasi yang
menjadi temuan Inspektorat itu harus segera diproses hukum. Sebab, siasat
dugaan perbuatan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) itu memenuhi unsur tindak
pidana korupsi.
Berdasarkan hasil
temuan dan kajian LSM JEKO. Dalam RKA/DPA (dokumen penggunaan anggaran) kode
rekening 5.1.1.02.01 sangat jelas bahwa biaya bahan obat dalam satu tahun
dialokasikan senilai Rp 28.368.605.146,-. Namun kenapa dalam dokumen RKO
(Rencana Kebutuhan Obat) tidak dirinci harga satuannya.
“Ini kan jelas, ada
indikasi atau siasat yang dilakukan oknum pegawai di RSUD itu untuk mecari
keuntungan pribadi, kelompok dan golongan,” tutur Hery Pandapotan yang biasa
dipanggil Bob
Tidak dirincinya harga
satuan itu mengakibatkan sulit untuk diketahui volume berapa total nilai
kebutuhan obat yang sebenarnya, sisa persediaan, data pemakaian periode
sebelumnya dan waktu tunggu pemesanan.
“Utang obat tahun 2015
kepada pihak ketiga senilai Rp 1. 175.821.625,- diakibatkan karena realisasi
belanja modal obat melebihi pagu anggaran dan hal ini pun disebabkan lantaran
pihak RSUD Kota Bekasi tidak memegang teguh Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
58 Tahun 2014,” ucapnya.
Bob juga menjelaskan,
tahapan penyusunan formularium, perencanaan dan pengadaan Standar Pelayanan
Kefarmasian di RSUD Kota Bekasi itu tidak mengacu PERMENKES tersebut. Sehingga
tidak dapat dijadikan pedoman / panduan bagi para klinisi (dokter, apoteker).
Akibatnya, dasar perencanaan obat itu tidak menggunakan metode konsumsi dan
metode empidemiologi serta kombinasi metode konsumsi, sebagaimana yang diatur
dalam PERMENKES itu.
Bahkan bukan itu saja,
dalam hal pengadaan obat, ternyata pihak RSUD Kota Bekasi melakukan perjanjian
kontrak dengan 8 penyedia obat. Dimana dalam kontrak kerjasama itu tidak
dijelaskan berapa nilai kontraknya, spesifikasi obat apa saja dan harga
satuannya. “Ini kan sudah keterlaluan, siasat ini harus dibongkar. Karena
sangat resistensi dengan keuangan daerah,” ungkap Bob dengan nada lantangnya.
Dibeberkannya, rekanan
penyedia obat itu adalah (PT. PPG). (PT. MPI). (PT. KFT). (PT. DP). (PT.DNR).
(PT. IGM). (PT. RN). Adapun setiap bulannya, satu penyedia/rekanan bisa
mendapatkan pesanan sampai 3 kali. Dimana jumlah penyedia yang menjadi
langganan pengadaan itu ada 23 penyedia dan 1 apotik.
Dari hasil kajian dan
telaah yang kami lakukan, ada beberapa hal kejanggalan yang ada dalam dokumen
kontrak pengadaan obat yang ditandatangani Direktur RSUD Kota Bekasi. Misalnya
perjanjian kerjasama dengan (PT. RN) Nomor Kontrak : 180/79-RSUD/I/2015. Dimana
ada 26 jenis obat yang di pesan. Namun hanya ada 6 jenis obat yang sesuai
dengan daftar obat yang disepakati atau formularium obat di RSUD Kota Bekasi
Selain itu, perjanjian
kerjasama dengan (PT. PPG) Nomor : 180/64-RSUD/I/2015 terdapat pemesanan
berulang satu jenis obat yang harganya sangat tinggi dan tidak masuk dalam
perjanjian kontrak. Adapun jenis obat itu adalah KOATE DVI (obat
antihemofilia)
“Kejanggalan
kejanggalan itu mengakibatkan pemesanan jenis obat yang sama, pada penyedia
yang sama namun harganya berbeda dan bahkan pesan jenis obat yang sama, kepada
penyedia yang berbeda dan harganya pun berbeda,” tutur Bob.
Menurut Bob, penyajian
laporan persediaan dan stock obat di RSUD Kota Bekasi. Patut dipertanyakan,
sebab jika diperhatikan dari berita acara stock opname obat yang dilakukan
setiap bulan terdapat perbedaan dalam hal penyajian laporan. Misalnya untuk
bulan Juli, Agustus, September, Nopember tahun 2015. Disajikan dalam jumlah
persediaan secara rinci. Sedangkan untuk bulan Januari, Februari, Maret, April,
Mei, Juni, Oktober dan Desember 2015, disajikan secara global.
Anehnya lagi, jika
diperhatikan Nota Dinas Direktur RSUD Kota Bekasi Nomor :
445.1/10006.RSUD/IV/2015. Tanggal 1 April 2015 yang ditujukan kepada Walikota
Bekasi, dimana perihalnya adalah persediaan obat di RSUD terdapat kekosongan
obat untuk jenis penyakit KEJANG DAN JANTUNG. Setelah dilakukan penelusuran
terhadap jenis obat yang dimaksud dalam Nota Dinas itu, ada 3 (tiga) jenis
yaitu ISOSORBIDE, TRIZEDONE MR dan NITROCAF.
“Jenis obat ISOSORBIDE
adalah jenis obat yang termasuk dan ditetapkan dalam formularium obat di RSUD
Kota Bekasi. Sedangkan TRIZEDONE MR dan NITROCAF tidak termasuk dan ditetapkan
dalam formularium obat RSUD. Ada apa ini dengan Nota Dinas Direktur RSUD Kota
Bekasi,” kata Bob. (Red).