BEKASI, METRO- Pasca ditangkapnya Bupati Bekasi Neneng
Hasanah Yasin dan sejumlah pejabat dinas terkait suap perizinan pembangunan
proyek Meikarta oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kini beredar
informasi, Kabupaten Bekasi menjadi “zona merah,” dan Dinas Pendidikan
Kabupaten Bekasi menjadi target KPK berikutnya. Informasi itu beredar
dikalangan tenaga pendidik dan pengawas pendidikan, bahkan informasi itu sudah
merambah ke pejabat Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Bekasi.
Salah satu pengawas
dinas pendidikan menuturkan, ditangkapnya bupati bekasi dan sejumlah pejabat
dinas oleh KPK, Dinas Pendidikan Kabupaten Bekasi menjadi target KPK berikut,
ujar pengawas di kantin, disamping kantor UPTD Tambun Selatan.
Mendengar ucapan
pengawas, Metropolitan mendesak, informasi itu darimana? dikatakan pengawas, ia
dapat dari para guru, katanya kepada sejumlah wartawan dan pengawas pendidikan
lainnya, saat berada di kantin.
Selanjutnya,
Metropolitan mencoba mengklarifikasi kepada salah satu pejabat Dinas Pendidikan
Kabupaten Bekasi. Menurut pejabat Disdik, “Saya juga sudah mendapat informasi
itu, katanya. Namun saat disinggung Metropolitan, terkait apa, apakah anggaran
dari APBD atau APBN? informasi yang saya dapat terkait anggaran APBN,” ujarnya.
Didesak Metropolitan,
apakah terkait laporan dana Bos sumber dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara
(APBN) tahun 2017 yang diduga kuat di “korupsi massal” oleh kepala sekolah,
sebagaimana di wartakan Metropolitan, ia menjawab, bisa jadi, katanya kepada
Metropolitan.
Terkait informasi
Disdik Kabupaten Bekasi menjadi target KPK berikutnya, Sekretaris Dinas pada
Dinas Pendidikan Kabupaten Bekasi, Sri Riyanti, yang turut ditemui Metropolitan
mengatakan, anggaran dari APBD sudah dilaksanakan sesuai dengan mekanisme atau
e-Katalok, ungkapnya. Namun saat disinggung terkait laporan dana Bos sumber
dana APBN tahun 2017 yang diduga di
“korupsi massal” oleh kepala sekolah, sebagaimana dipublikasikan Metropolitan,
Sekdin tidak menjawab. Dikatakan Sekdin, “Saya temuin dulu pak Kadis,” ujarnya.
Diduga mendapat tekanan
dari kepala dinas terkait tugas dan tanggungjawab selaku ketua tim pelaksana
atau manajer Bos sebagaimana merujuk Bab II hurup C, nomor 1 huruf (c) tentang
tim pelaksana (dari unsur dinas pendidikan kabupaten/kota), dan huruf (c)
angka1 tentang ketua tim pelaksana, Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Dan
Kebudayaan Nomor. 8 tahun 2017 Tentang Petunjuk Teknis Bantuan Operasional
Sekolah yang menyebutkan; ketua tim pelaksana,- dan angka 2 huruf (k)
disebutkan, mengumpulkan dan merekapitulasi laporan realisasi penggunaan Bos
dari sekolah pada jenjang pendidikan dasar untuk disampaikan kepada kepala
dinas pendidikan propinsi dan kepada pemerintah daerah kabupaten/kota, maka
Kabid SMP yang juga selaku ketua tim pelaksana atau manejer Bos tahun 2017
lalu, Kusuma Ridwan menghubungi Metropolitan pada malam hari sekitar pukul
10.00 wib pada malam hari dan meminta untuk bertemu, untuk memberikan
penjelasan terkait laporan dana Bos pada Kemendikbud.
Namun saat bertemu
Metropolitan, Kusuma Ridwan kembali berkelit. Dia katakan, bukan hanya Kabupaten Bekasi yang tidak
melaporkan dana Bos 2017, namun daerah lain, seperti Kalimantan juga mengalami
hal yang sama. Ketika didesak, Kalimantan mana yang tidak melaporkan dana Bos
2017 pada Kemendikbud? Kusuma Ridwan tanpak bingung, dan tidak bisa menjawab.
Pernyataan Kabid selaku
ketua tim pelaksana atau manejer Bos, membuktikkan dana Bos di “korupsi massal”
oleh kepala sekolah dan oknum pejabat di Dinas Pendidikan Kabupaten Bekasi. Dan
peryataan Kabid, membuktikan apa yang disebutkan oleh pengawas.
Mendapat informasi dari
yang disampaikan pengawas, kini sejumlah elemen masyarakat di bekasi bagaikan
bersorak-sorak mau menyambut dan mendukung langkah KPK menjadikan Disdik target berikutnya.
Dikatakan masyarakat, jika KPK menjadikan Disdik target berikutnya, maka mata
rantai korupsi dana Bos sebagai penghambat peningkatan mutu pendidikan dan daya
saing pendidikan sebagai tolak ukur pembangunan IPM (Indeks Pembangunan
Manusia) akan terputus, karena menurut masyarakat indikasi korupsi dana Bos
sudah cukup akut dan sistimatis.
Dikatakan masyarakat,
jika KPK menelaah indikasi korupsi dana Bos, dan langsung mengambil tindakan,
maka sejumlah pejabat Kemendikbud, Propinsi dan Kabupaten, serta kepala sekolah
akan banyak yang tersangkut sebagaimana lampiran Peraturan Menteri Pendidikan
Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor.8 Tahun 2017 Tentang Petunjuk Teknis
Bantuan Operasional Sekolah. Disebutkan masyarakat, dasar kepala sekolah ikut
tersangkut merujuk Bab II hurup D, nomor 1 hurup (a) yakni, penanggung jawab
adalah kepala sekolah, dan nomor 2 hurup (h) yakni, menandatangani surat
pernyataan tanggungjawab yang menyatakan
bahwa Bos yang diterima telah digunakan sesuai Nota Perjanjian Hibah (NPH) Bos.
“Besar kemungkinan,
pengungkapan dugaan korupsi dana Bos yang cukup akut dan sistimatis akan
mengukir sejarah sejak berdirinya KPK, sebab akan banyak yang tersangkut,” ujar
masyarakat sangat berharap kepada KPK.
Ditambahkan sejumlah
masyarakat, jika benar apa yang dikatakan Kusuma Ridwan selaku ketua tim
pelaksana atau manajer Bos, “Bukan hanya kabupaten bekasi yang tidak melaporkan
dana Bos pada Kemendikbud” maka besar kemungkinan nota APBN (Anggaran
Pendapatan Belanja Negara) tahun 2017 yang disampaikan Presidenta RI Joko
Widodo diduga direkayasa oleh Kemendikbud melalui bendahara negara atau Menteri
Keuangan RI.
“Dan jika benar apa
yang dikatakan Kusuma Ridwan, dan ditindaklanjuti oleh KPK, maka menjadi
sejarah sejak berdirinya KPK paling banyak menangkap dan menahan pelaku korupsi
dalam satu kasus yakni dana Bos,” ujar sejumlah masyarakat dan berharap KPK
segera menindaklanjuti apa yang disampaikan oleh pengawas, juga Kabid..
Perlu diketahui,
sebagaimana diwartakan Metropolitan sebelumnya, terkait laporan realisasi
penggunaan dana Bos yang diduga di “korupsi massal” oleh sejumlah kepala
sekolah, Kusuma Ridwan mengatakan, manajer Bos SMP tahun 2017 adalah Kabid SD,
Heri Herlangga, dan menganjurkan Metropolitan untuk mempertanyakan laporan dana
Bos kepada Heri Herlangga.
Namun ketika
Metropolitan berupaya melakukan konfirmasi terhadap Heri Herlangga, sesuai
anjuran Kusuma Ridwan dan mempublikasikannya, sejumlah kepala SMP Negeri
menyalahkan Kusuma Ridwan selaku Kabid SMP yang juga manajer Bos 2017.
Dikatakan sejumlah
kepala sekolah, “mengapa Kusuma Ridwan selaku Kabid SMP yang juga manajer Bos
2017 lepas tanggungjawab. Seharusnya, Kusuma Ridwan sebagai manajer Bos harus
bersedia memberikan keterangan, bukan malah menunjuk pejabat atau orang lain,”
ujar kepala sekolah meragukan kredibilitas Kusuma Ridwan sebagai Kabid SMP yang
juga menjabat manajer Bos 2017, dan berharap bupati bekasi mengevaluasi kinerja
Kabid.
Sumber dari Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, sekitar 95 kepala SMP Negeri di Kabupaten Bekasi,
Propinsi Jawa Barat, diduga melakukan “korupsi massal” dana Bos sumber dana
APBN tahun 2017 sebesar Rp.1 juta/siswa/tahun, dengan sistem penyaluran dana
Bos setiap tiga bulan (triwulan), sehingga ditenggarai berdampak terhadap
peningkatan mutu dan daya saing pendidikan di Kabupaten Bekasi.
Dalam laporan dana
Bos triwulan I hingga IV, sebagian kepala sekolah diduga tidak melaporkan dana Bos, serta sebagian kepala sekolah merekayasa laporan dana Bos, seperti tidak
mencantukan detail belanja anggaran pengembangan perpustakaan, merekayasa
anggaran langganan daya dan jasa, dan anggaran biaya lainnya.
Seperti SMP Negeri 1
Tambun Selatan tercantum anggaran biaya lainnya, yakni untuk triwulan I sebesar
Rp.123.853.500,- triwulan II sebesar Rp.252.302.100,- triwulan III sebesar
Rp.139.293.000,- dan triwulan IV sebesar Rp.75.322.648. Sangat fantatis,
anggaran biaya lainnya di SMP Negeri 1 Tambun Selatan jauh lebih tinggi dengan
anggaran kegiatan pembelajaran dan ekstra kurikuler siswa, serta anggaran
kegiatan evaluasi pembelajaran di sekolah.
Melihat anggaran biaya
lainnya yang tidak berbanding lurus, Kepala SMP Negeri 1 Tambun Selatan Ani
Anisa yang belum lama melaksanakan Sertijab (serah terima jabatan) kepala
sekolah, melalui Humas, ia mengatakan pada 2017 dirinya belum menjabat Kepala
SMP Negeri 1 Tambun Selatan. Sementara mantan Kepala SMP Negeri 1 Tambun
Selatan, Rd. Dian Nurjanah, yang kini pindah tugas menjabat Kepala SMP Negeri 1
Setu, saat ditemui di sekolah, tidak berada di tempat.
Begitu juga SMP Negeri
4 Cibitung mencantumkan anggaran langganan daya dan jasa, untuk triwulan I
sebesar Rp.84.553.950, triwulan II sebesar Rp.275.700.540, triwulan III sebesar
Rp.89.704.600, dan triwulan IV sebesar Rp.145.514.000. Anggaran langganan daya
dan jasa, jauh lebih tinggi dari anggaran kegiatan pembelajaran dan ekstra
kurikuler siswa, maupun kegiatan evaluasi pembelajaran.
Demikian juga terjadi
di SMP Negeri 3 Cibarusah yang mencantumkan anggaran pengembangan perpustakaan
untuk triwulan I sebesar Rp.28.500.000, triwulan II sebesar Rp.147.795.110,
namun dalam laporan dana Bos, kepala sekolah tidak menjelaskan detail belanja
pengembangan perpustakaan, seperti jenis buku, jumlah eksemplar buku, dan
jumlah dana pembelian buku, serta anggaran lainnya.
Juga terjadi di SMP
Negeri 4 Cikarang Timur yang mencantumkan anggaran pengembangan perpustakaan
untuk triwulan I sebesar Rp.11.240.000,- triwulan II sebesar Rp.125.137.065,
juga dalam laporan dana Bos, kepala sekolah tidak menjelakan detail belanja
pengembangan perpustakaan, seperti jenis buku, jumlah eksemplar buku, dan
jumlah dana pembelian buku.
Kepala SMP Negeri 5
Tambun Selatan, Sani Palestina Samosir, yang kini pindah tugas menjabat Kepala
SMP Negeri 1 Cibitung, saat di konfirmasi melalui ponselnya terkait tidak
melaporkan dana Bos kurun waktu satu tahun kepada Kemendikbud, ia mengatakan,
dana Bos tidak dilaporkan disebabkan tenaga operator di sekolah sakit. Namun
saat didesak Metropolitan, mengapa tidak ada upaya melakukan verifikasi atau
perbaikan kurun waktu satu tahun, ia tidak menjawab.
Demikian juga Kepala
SMP Negeri 5 Cikarang Timur, Ade Iroh, yang kini pindah tugas menjabat Kepala
SMP Negeri 1 Cikarang Timur. Saat di konfirmasi melalui ponselnya terkait tidak
melaporkan dana Bos kurun waktu satu tahun, ia menganjurkan Metropolitan untuk
bertemu di sekolah. Di temui di sekolah sesuai anjurannya, kepala sekolah tidak
berada di sekolah. Dihubungi kembali, kepala sekolah berkelit “Saya lagi
dijalan menuju Pemda Bekasi, untuk laporan ke dinas pendidikan,” ujarnya.
Hal yang sama juga
didapat Metropolitan dari mantan Kepala SMP Negeri 7 Tambun Selatan, Budiono,
yang kini pindah tugas menjabat Kepala SMP Negeri 2 Cibitung. Terkait laporan
dana Bos yang mencantumkan anggaran pengembangan perpustakaan untuk triwulan I
sebesar Rp.37.125.000,- triwulan II sebesar Rp.257.399.949, namun dalam laporan
dana Bos tidak menjelaskan detail belanja pengembangan perpustakaan, seperti
jenis buku, jumlah eksemplar buku, dan jumlah dana pembelian buku, ia
menganjurkan Metropolitan untuk bertemu di sekolah. Beberapa kali disambangi di
sekolah untuk mendapat penjelasan terkait laporan dana Bos SMP Negeri 7 Tambun
Selatan, Kepala SMP Negeri 2 Cibitung tidak berada di sekolah.
Sementara Kepala SMP
Negeri 4 Setu, Mardiana, yang tidak melaporkan dana Bos triwulan II hingga IV,
saat ditemui diruang kerjanya, tidak berada di sekolah. Demikian halnya Kepala
SMP Negeri 1 Cabangbungin, Andi Surahman, yang ditemui di sekolah, Rabu (12/9),
terkait pencantuman anggaran pengembangan perpustakaan triwulan II sebesar
Rp.164.100.000, namun tidak mencantumkan jenis buku, jumlah eksemplar buku, dan
jumlah dana pembelian buku, serta dua triwulan tidak melaporkan dana Bos kepada
Kemendikbud, tidak berada di sekolah.
Juga Kepala SMP Negeri
1 Sukatani, Tosan Sunasan, yang turut ditemui di sekolah, Rabu (12/9), terkait
tiga triwulan tidak melaporkan dana Bos kepada Kemendikbud, juga tidak berada
di sekolah.
Dan Kepala SMP Negeri 4
Babelan, Dawi, yang kini menjabat Kepala SMP Negeri 4 Tambun Selatan, beberapa
kali ditemui terkait laporan dana Bos SMP Negeri 4 Babelan yang mencantumkan
anggaran pengembangan perpustakaan pada triwulan I sebesar Rp.29.000.000, serta
tidak melaporkan dana Bos triwulan II hingga IV, tidak berada di sekolah.
Menurut sejumlah tenaga pendidik di SMP Negeri 4 Tambun Selatan, sejak
menjabat, kepala sekolah jarang datang, dan kalaupun datang tidak lama berada
di sekolah, terangnya.
Sejumlah tenaga
pendidik yang meminta namanya tidak disebutkan mengatakan, korupsi dana Bos
sumber dana APBN bukan rahasia umum lagi, ini sudah terang-terangan dilakukan
oleh kepala sekolah. Mengapa ini bisa terjadi, kata tenaga pendidik, disebabkan
lembaga penegak hukum bisa “di beli atau di tutup dengan uang” oleh kepala
sekolah, ujar tenaga pendidik.
Disebutkan tenaga
pendidik, dalam pikiran kepala sekolah, kalau semua kepala sekolah melakukan
korupsi, maka jauh kemungkinan di tangkap oleh penegak hukum, ujarnya.
Perlu diketahui,
sebelumnya, terkait keterlambatan pencairan dana Bos yang dikeluhkan oleh
sejumlah kepala sekolah, Sekretaris Dinas Pendidikan Kabupaten Bekasi Hj. Sri
Riyanti mengatakan, keterlambatan pencairan dana Bos disebabkan laporan dana
Bos dari sekolah selalu terlambat, bahkan banyak kepala sekolah tidak serius
membuat laporan dana Bos. “Dana Bos selalu siap untuk di cairkan, tapi ada
aturan dari pemerintah yakni kepala sekolah harus terlebih dahulu membuat
laporan dana Bos yang diterima sebelum,” ujar Sri Riyanti menjelaskan keluhan
kepala sekolah.
Adanya indikasi
penyelewengan dana Bos oleh sejumlah kepala sekolah diperkirakan berimplikasi
terhadap peningkatan mutu dan daya saing pendidikan, sehingga berimplikasi
terhada indeks pendidikan (IP) dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di
Kab.Bekasi yang di ukur berdasarkan meningkatnya pembangunan pendidikan,
kesehatan, dan daya beli masyarakat.
Rotasi
dan Korupsi
Berkaitan dengan dugaan
“korupsi massal” dana Bos tahun 2017, sekitar Januari 2018 lalu, terjadi rotasi/mutasi besar-besaran terhadap kepala
SMP Negeri di Kabupaten Bekasi. Ironisnya, dari pengakuan seorang kepala
sekolah yang tidak berhasil melobi oknum pejabat di dinas pendidikan karena ketidakmampuan
dana dan meminta namanya tidak disebutkan, ia mengatakan, ada dua permasalahan
dalam rotasi/mutasi yakni, upaya untuk mengaburkan “korupsi massal” dana Bos
sumber dana APBN tahun 2017 yang tidak dilaporkan kepala sekolah kepada
Kemendikbud, dan juga untuk mendapatkan nilai tawar atau uang pelicin dari
kepala sekolah untuk ditempatkan berdasarkan Dapodik (data pokok pendidikan)
atau jumlah murid di sekolah dimana kepala sekolah ditempatkan, atau sebagai
tolak ukur penerimaan anggaran baik dari APBD maupun APBN oleh sekolah, ungkapnya.
Dia sebutkan,tiga pilar
tujuan pendidikan nasional yakni, meningkatkan akses pendidikan, meningkatkan
mutu pendidikan, dan meningkatkan daya saing serta akuntabilitas
penyelenggaraan pendidikan, hanyalah selogan belaka, sebab faktanya harus
pemilik uang yang dapat berbicara.
“Secara tidak langsung,
oknum pejabat di dinas pendidikan menganjurkan kepala sekolah untuk
menggerogoti dana dari pemerintah, termasuk merekayasa laporan dana Bos sumber
dana APBN tahun 2017,” ujar kepala sekolah. (Marihot Tampubolon)