METRO, JAKARTA - Ratusan anak muda
hadir di Pusat Edukasi Antikorupsi untuk berdiskusi tentang Melawan Korupsi di
sektor Sumber Daya alam, Jumat, 25 Januari 2019. Komisi Pemberantasan Korupsi
mengundang ratusan anak muda ini supaya mereka tahu bisa terlibat dalam
pemberantasan korupsi.
Para anak muda adalah mahasiswa dan
aktivis lingkungan yang tergabung dalam berbagai komunitas dan lembaga swadaya
masyarakat. Diskusi ini menghadirkan tiga narasumber: Wakil Ketua KPK Laode
Muhammad Syarif, Direktur World Resources Indonesia (WRI) Nirarta Samadhi, dan
pendiri Foreign Policy Community of Indonesia Dino Patti Djalal.
Dalam paparannya, Wakil Ketua KPK
Laode Muhammad Syarif menyatakan, pentingnya melakukan penyelamatan sumber daya
alam di Indonesia. “Ini penting untuk Indonesia dan dunia. Karena paru-paru
dunia salah satunya di Indonesia,” ujar Syarif.
Sebagai seorang aktivis lingkungan
yang sudah berkecimpung lebih dari dua puluh tahun di dunia hukum lingkungan,
Syarif menyadari betul bahwa sumber daya alam adalah kekayaan paling besar yang
dimiliki Indonesia.
Menurut dia, Indonesia kesulitan
menjaga sumber daya alam yang dimiliki karena pejabat yang tidak Amanah dalam
mengemban tugasnya. Meski begitu, Syarif mengimbau generasi muda untuk tidak
menyerah dalam melindungi tanah air dari kerusakan lingkungan akibat maraknya
praktik korupsi.
“Anak muda bisa berkontribusi bahkan
hanya menggunakan sosial media untuk melakukan gerakan demi sebuah perubahan,”
kata dia.
Pendiri Foreign Policy Community of
Indonesia Dino Patti Djalal sepakat dengan Syarif bahwa melawan korupsi sangat
sulit. Namun ia optimistis Indonesia bisa melawan korupsi seperti Hong Kong.
“Korupsi sudah lama sekali terjadi. Ini terjadi karena mereka kongkalikong dan
melindungi satu sama lain,” ujar Dino.
Direktur World Resources Indonesia
(WRI) Nirarta Samadhi mengatakan dampak korupsi sektor SDA bukan hanya
kerusakan lingkungan dan hilangnya uang negara, namun bisa menjadi sumber
bencana alam.
Menurut dia, SDA yang tidak lestari
erat kaitannya dengan korupsi. Misalnya pemberian izin di kawasan lindung
karena suap. Ini bisa terjadi karena sistem tata kelola yang kurang memadai.
Selain itu, korupsi sumber daya alam juga bisa terjadi karena pemerintah yang
kurang transparan terhadap masyarakat.
Selain itu, pengelolaan SDA yang
tidak lestari dan praktik korupsi juga bisa memperburuk intensitas dan dampak
bencana. Ia mencontohkan pengelolaan hutan di hulu DAS Ciliwung. DAS Ciliwung
sudah kehilangan tutupan hutan secara masif.
“Hal ini terjadi karena 50 persen
wilayahnya sudah di konvensi jadi lahan perkotaan. Akibat hal ini, tanah di Jakarta
menurun 2 Sentimeter setiap tahunnya,” kata Nirarta.
Bahaya seperti ini bisa kita cegah
dan kita lawan bersama. Generasi milennial bisa melakukan banyak hal untuk
membantu KPK melindungi alam dari kerusakan lingkungan akibat korupsi. Lewat
sebuah telepon genggam, generasi milennial bisa melakukan sebuah perubahan.
(dpt/Hms)