TRENGGALEK, METRO -
Puncak kemeriahan Perayaan Idul Fitri 1440 H di kecamatan Durenan,kabupaten
Trenggalek terjadi pada hari H +7 lebaran, atau biasa disebut dengan lebaran
ketupat.
Warga saling bersilaturahmi dan berkunjung ke rumah sanak
saudara untuk saling bermaaf-maafan. Tradisi lebaran ketupat ini sudah
berlangsung sejak puluhan tahun silam. Sebab para tokoh agama dan sebagian
besar masyarakat terlebih dahulu melaksanakan puasa sunnah Syawal selama enam
hari sebelum Lebaran Ketupat.
Perayaan Lebaran Ketupat di Durenan diawali dengan kirab
tumpeng raksasa yang berisi ribuan ketupat serta sejumlah lauk pauk dari Pondok
Pesantren Babul Ulum. Tumpeng tersebut dibawa berkeliling kampung dan dibawa ke
lapangan. Selanjutnya, tumpeng tersebut menjadi rebutan warga sekitar maupun
para pengunjung.
Menurut pengasuh Ponpes Babul Ulum Durenan KH Abdul Fatah
Muin, tradisi Lebaran Ketupat awalnya hanya dilakukan leluhurnya Kiai Abdul
Masir dan diteruskan anaknya Kiai Imam Mahyin. Kala itu sang kiai rutin
melaksanakan puasa sunnah Syawal selama enam hari setelah hari pertama Idul
Fitri.
"Sehingga masyarakat disini itu sungkan kalau
silaturahmi ke rumah Mbah Yai pada saat puasa Syawal, warga biasanya sowan pada
saat kupatan. Awalnya satu keluarga, kemudian saat kepemimpinan saya diikuti
warga sekitar dan sekarang hampir satu kecamatan," kata Abdul Fatah Muin,
Rabu (12/6/2019).
Tradisi kupatan di Durenan berkembang pesat sejak tahun
2000. Bahkan beberapa daerah ikut serta melestarikan tradisi ini dengan
berbagai inovasi dengan menyediakan berbagai hiburan.
"Tapi di sini berbeda, warga ramai berkunjung karena
murni ingin bersilaturahmi. Meskipun tidak ada hiburan di Durenan tetap ramai
saat kupatan. Mungkin kalau daerah lain sepi ketika tidak diadakan
hiburan,"terangnya
Pada saat perayaan Lebaran Ketupat, ribuan tamu dari
berbagai pelosok Trenggalek bahkan dari luar kota memadati wilayah
Durenan untuk saling bersilaturahmi. Tak terkecuali di pesantrennya, bahkan
para santri yang berasal dari luar daerah juga banyak yang menyempatkan diri
untuk datang ke Durenan.
"Kalau kirab tumpeng hanya sekadar untuk memeriahkan
saja, yang paling penting silaturahmi ini," tambahnya.
Saat Lebaran Ketupat, hampir setiap rumah menyediakan aneka
olahan ketupat dengan aneka sayur pendamping. Seperti sayur nangka muda, sayur
pepaya hingga ayam lodho khas Trenggalek. Tak lupa bubuk abon kedelai sebagai
taburan ketupat.
"Kalau ke Durenan itu sangat mengesankan, karena selalu
ramai saat kupatan. Semua kumpul makan ketupat," ujar Rina (40) warga
Tulungagung saat ditemui Metropolitan dilokasi
Para pengunjung dipersilahkan menikmati sajian ketupat
secara gratis sambil beranjangsana dan saling maaf memaafkan
Terpisah, Kuswandi (52) warga Surabaya yang mudik ke
Trenggalek mengaku kagum dengan tradisi warga Durenan yang telah
bertahun-tahun tetap lestari.
"Ini adalah tradisi kearifan lokal yang baik dan
sangat layak dilestarikan," ujarnya (sar)