BEKASI,
METRO- Wali murid SMAN 6 Tambun Selatan Kabupaten Bekasi Provinsi
Jawa Barat mempertanyakan
pungutan dana dari murid kelas XI yang dilakukan pihak sekolah.
Pasalnya penentuan pungutan hanya ditentukan beberap orang
tua siswa dan Komite sekolah, hal nitu dikatakan salah seorang orang tua siswa
yang tidak bersedia namanya disebut kepada wartawan baru- baru ini.
Orang tua siswa menjelaskan, “saya sangat terbebani
dengan tingginya biaya pendidikan yang harus saya bayarkan tahun ini. anak saya
baru masuk SMA 6 Tambun Selatan, adapun biaya yang harus dibayar orang tuasiswa adalah, biaya air
conditioner
(AC), dan pemasangan kanofi sebesar Rp 1.500.000, seragam putri Islam sebesar
Rp 1.300.000, seragam putri non Muslim Rp 1.200.000, seragam putra Rp
1.200.000, Indonesia Scouts Challenge (ISC), Rp 700.000, Eks camp Rp 400.000, Psikotest Rp 85.000, Manasik Rp 85.000.
total biaya yang akan kami bayarkan untuk kelas XI sebesar Rp 3.970.000,
ditambah iuran (SPP) sebesar Rp 250.000/bulan, katanya.
Kepala sekolah SMAN 6 Tambun Selatan Drs. H. Maman Rukmana, ketika disambangi ke
kantornya tidak berhasil, menurut Satpam, Kepala sekolah tidak ada ditempat
Ketua DPC Lembaga Swadaya Masyarakat, (LSM) Grasi, Malau,
ketika dimintai tanggapannya tentang maraknya pungutan di SMAN menjelaskan, pungutan dan sumbangan memiliki definisi
yang berbeda. Pasal 1 ayat (2) Permendikbud RI Nomor 44 Tahun 2012 tentang
Pungutan dan Sumbangan Biaya , Pendidikan
Pada Satuan Pendidikan Dasar menyebutkan bahwa Pungutan adalah penerimaan biaya
pendidikan baik berupa uang dan/atau barang/jasa pada satuan pendidikan dasar
yang berasal dari peserta didik atau orangtua/wali secara langsung yang
bersifat wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka waktu pemungutannya
ditentukan oleh satuan pendidikan dasar.
Sedangkan
sumbangan dijelaskan pada ayat (3), sumbangan adalah penerimaan biaya
pendidikan baik berupa uang dan/atau barang/jasa yang diberikan oleh peserta
didik, orangtua/wali, perseorangan atau lembaga lainnya kepada satuan
pendidikan dasar yang bersifat sukarela, tidak memaksa, tidak mengikat, dan
tidak ditentukan oleh satuan pendidikan dasar baik jumlah maupun jangka waktu
pemberiannya.
Sekolah yang
diselenggarakan pemerintah, dan/atau pemerintah daerah dilarang mengambil
pungutan bagi biaya satuan pendidikan, hal itu secara tegas diatur dalam Pasal
9 Permendikbud RI Nomor 44 Tahun 2012. Bahkan sekolah-sekolah yang dimungkinkan
melakukan pungutan seperti sekolah dikembangkan/dirintis bertaraf internasional,
sekolah yang diselenggarakan masyarakat yang tidak mendapatkan bantuan
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah tetap tidak diperbolehkan melakukan
pungutan kepada peserta didik atau orang tua/walinya yang tidak mampu secara
ekonomis, dikaitkan dengan persyaratan akademik untuk penerimaan peserta didik,
penilaian hasil belajar/kelulusan peserta didik serta pungutan tersebut tidak
diperbolehkan untuk kesejahteraan anggota komite sekolah atau lembaga
representasi pemangku kepentingan lainnya.
Yang dapat dilakukan
oleh sekolah yang diselenggarakan Pemerintah dan/atau pemerintah daerah hanya
menerima sumbangan yang digunakan untuk memenuhi kekurangan biaya satuan
pendidikan. Dan dimensi sumbangan dalam Permendikbud 44 Tahun 2012 adalah
bersifat sukarela (tidak wajib), tidak memaksa, tidak mengikat dan jumlah
maupun jangka waktunya tidak ditentukan oleh pihak sekolah, komite sekolah atau
lembaga lain pemangku kepentingan satuan pendidikan. Artinya bentuk-bentuk
pungutan semacam uang komite dan uang pembangunan yang ditentukan jumlah dan
jangka waktu pembayarannya tidak boleh dilakukan.
Penting
juga untuk dipahami bersama, pembangunan fisik semisal ruang kelas, rumah
ibadah dan kendaraan operasional yang mendukung penyelenggaraan pendidikan di
sekolah bukanlah tanggung jawab peserta didik atau orang tua/walinya untuk
merealisasikannya. Kepentingan tersebut merupakan kewajiban Pemerintah dan/atau
pemerintah daerah. Sehingga realisasi pembangunan fisik penunjang
penyelenggaraan kegiatan belajar tersebut harus diupayakan pihak sekolah dengan
mengusulkan kepada pemerintah daerah melalui Dinas Pendidikan. Bila anggaran
daerah memang tidak memungkinkan merealisasikan pembangunan dalam jangka waktu
yang singkat sedangkan kebutuhan sekolah mendesak, pihak sekolah dapat mewacanakan
kebutuhan tersebut kepada orang tua/wali peserta didik melalui komite sekolah.
Dan tetap yang boleh dilakukan adalah sumbangan bukan pungutan. Dimensi hukum
pungutan dan sumbangan ini dalam hal memenuhi kekurangan biaya satuan
pendidikan, sehingga pungutan-pungutan lain seperti uang titipan, uang
kenang-kenangan jelas merupakan perbuatan melawan hukum.
Pakaian seragam
secara hukum tidak dapat diwajibkan oleh pihak sekolah kepada peserta didik
dan/atau orang tua/walinya, sebagaimana diatur dalam Pasal 181 huruf a
Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010,
tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan dan Pasal 4 ayat (1) dan
ayat (2) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor
45 Tahun 2014,
tentang Pakaian Seragam Sekolah Bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan
Menengah.
Pengadaan seragam
sekolah diusahakan sendiri oleh orang tua atau wali peserta didik. Larangan
mewajibkan pakaian seragam ini tidak hanya untuk jenis pakaian seragam
nasional, tapi juga pakaian seragam khas sekolah. Pengadaan pakaian seragam
khas sekolah dapat dilakukan ketika jenis dan model pakaian tersebut telah
diumumkan secara terbuka kepada peserta didik dan/atau orang tua/walinya.
Sehingga wali
peserta didik yang telah mendapatkan informasi tentang jenis dan model pakaian
seragam khas sekolah memiliki pertimbangan apakah mengusahakan sendiri atau
membeli/menjahit melalui tawaran dari pihak sekolah dan/atau pihak terkait
sekolah. Karena pengadaan seragam khas sekolah, seperti pakaian seragam
olahraga dan seragam praktik merupakan bentuk fasilitasi dan kemudahan serta
alternatif pilihan kepada peserta didik dan/atau wali peserta didik. Artinya
pengadaan pakaian seragam khas sekolah merupakan bentuk fasilitasi dan
alternatif, bukan kewajiban yang ditetapkan oleh pihak sekolah kepada peserta
didik dan/atau wali peserta didik. Dan penting juga dipahami, tawaran menjahit
sendiri atau membeli melalui sekolah tidak berlaku bagi peserta didik yang
mendapatkan pakaian seragam bekas (layak pakai) yang diperoleh dari peserta
didik yang telah tamat asalkan sesuai dengan jenis dan model yang ditetapkan
pihak sekolah, ujarnya. (dpt/arnol)