JAKARTA, METRO- Utang
perbankan milik pemerintah alias bank-bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
ternyata diketahui sangat besar. Utang yang menggunung hingga ribuan triliun
itu akan mengancam krisis ekonomi. Total utang perbankan BUMN itu ikut
menyumbang keseluruhan utang BUMN yang mencapai Rp 5.271 triliun.
Data
per 31 Desember 2018, BRI merilis laporan keuangannya yang menyatakan jumlah
utang sebesar Rp 1.111 triliun dengan total simpanan nasabah Rp 944 triliun.
Sementara itu, total aset mencapai Rp 1.296 triliun dan ekuitas sebesar
Rp 185 triliun. Demikian diungkap Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan dalam
rilisnya, Jumat (22/11/2019).
Sementara
Bank Mandiri juga merilis laporan keuangan per 31 Desember 2018 dengan jumlah
utang Rp 941 triliun. Total simpanan nasabah Rp 766 triliun, total aset Rp
1.202 triliun, dan ekuitas sebesar Rp 184 triliun. Lain lagi dengan BNI yang
per 31 Desember 2018 menyatakan utangnya Rp 671 triliun dan total simpanan
nasabah Rp 552 triliun. Sementara asetnya mencapai Rp 808 triliun dengan
ekuitas sebesar Rp 110 triliun.
"Laporan
dari Kementerian BUMN dan bank-bank plat merah harus menjadi perhatian
khususnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Saat ini Indonesia di ambang resesi
ekonomi. Dalam kondisi menghadapi krisis, biasanya bermunculan skandal
perbankan. Contohnya, pada tahun 1998 muncul skandal BLBI dan 2008 muncul skandal
Bank Century. Kasus utang bank plat merah patut menimbulkan pertanyaan tentang
kinerja pengawasan OJK. Di mana fungsi pengawasan OJK selama ini?" tandas
Heri, penuh tanda tanya.
OJK
diserukan segera bertindak sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2011 tentang OJK. Dengan kekuasaannya, OJK bisa membuat regulasi, mengawasi,
memungut anggaran, dan menjatuhkan sanksi. Ruang lingkup OJK ini tidak dimiliki
lembaga mana pun termasuk Bank Indonesia. Namun, loyo dalam bertindak dan
cenderung bermain ‘politik’ dalam internalnya sendiri.
"Sejarah
kelam krisis ekonomi 1998 tidak boleh terulang kembali. Saat itu kondisi
perbankan di permukaan terlihat baik-baik saja. Pemerintah selalu meyakinkan
masyarakat bahwa perbankan dalam keadaan sehat. Namun, nyatanya kondisi yang
diklaim baik-baik saja tanpa pengawasan yang konsisten dan berintegritas akan
membawa Indonesia masuk ke dalam krisis," papar legislator F-Gerindra itu.
Heri juga mengimbau, agar skandal perbankan tersebut tidak
terulang kembali, Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang terdiri dari
Menteri Keuangan, Gubernur BI, Ketua Dewan Komisioner OJK, dan Ketua Dewan
Komisioner LPS, seharusnya melakukan tindakan-tindakan yang dipandang perlu
sebagaimana yang diamanatkan UU Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan
Penanganan Krisis Sistem Keuangan, yaitu dengan melakukan koordinasi pemantauan
dan pemeliharaan stabilitas sistem keuangan. (mh/sf/red)