KAB BEKASI, METRO--Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor: P.56/Menlhk-Setjen/2015
Tentang,
Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun(LB3) Dari Fasilitas Pelayanan
Kesehatan menyebutkan,
bahwa obat kedaluwarsa merupakan limbah B3 yang diatur pengelolaannya termasuk
penyimpanannya.
Dalam peraturan tersebut, penyimpanan Limbah B3 (LB3)
dilakukan dengan cara menyimpan di fasilitas penyimpanan LB3, menggunakan wadah
sesuai kelompok Limbah B3, penggunaan warna pada setiap kemasan dan atau wadah
Limbah sesuai karakteristik Limbah B3; dan pemberian simbol dan label Limbah B3
pada setiap kemasan dan/atau wadah Limbah B3 sesuai karakteristik Limbah B3.
Wadah
untuk obat kedaluwarsa menurut aturan adalah warna cokelat. Tujuanya, penyimpanan obat kadaluwarsa
sebaiknya di simpan di ruang atau tempat khusus terpisah dari obat yang belum
kadaluarsa, diruang yang terkunci agar terjamin keamanannya
Namun dari pantuan
Metropolitan, Puskesmas Sukatenang, di Kecamatan Sukawangi, Kabupaten Bekasi, diduga tidak memiliki sarana prasaran penyimpanan
yang sesuai bahkan tampak beberapa botol obat dalam bentuk sirup di dalam kardus dibiarkan
begitu saja dalam ruangan yang tidak terkunci.
Tidak hanya itu, dari pantuan bahwa adanya obat tablet yang diduga di buang sembarangan disamping
gedung. Selain itu, ada dugaan pemusnaan sampah Puskemas yang
tidak sesuai prosedur dengan cara di bakar.
Kepala Puskesmas Sukatenang, Kecamatan Sukawangi, H. Didi
Sahrodi saat di komfirmasi terkait hal tersebut tampak berkelit, bahwa ia
mengatakan bahwa obat tersebut tidak di buang karena masih diruang lingkup
gedung Pusekmas. Masalah kedaluarsa tidak jadi maslah, mau sepuluh tahun tidak
masalah, yang penting tidak di buang, ujarnya.
“Nanti ada berita acara pemusnahan obat, baru itu kita lempar ke gudang.
Tapi saya berterimakasih dengan adanya berita ini, dengan ini informasi ini
menjadi bahan pelajaran buat saya,” katanya di ruang kerjanya (Rabu 13/5).
Menurutnya, sampah medis diangkat
sitiap tiga bulan sekali, beda dengan sampah rumah tangga diangkat setiap satu
bulan sekali. Saya mengerti tentang pembuangan sampah medis dari tahun 2020
sudah ada undang –undangnya, yang berlaku bulan Oktober. Adapun bekas
pembakaran, itu buka pembakaran obat, melainkan pembakaran kayu bekas
pembangunan Puskesmas tahun lalu, katanya.
Bahkan kata Didi, obat itu bukan limbah B3, saya sudah konfirmasi dengan
Lingkungan hidup (LH). Yang disebut dengan limbah B3 adalah cair, jadi itu obat
tersebut adalah limbah medis, ungkapnya.
Diberitakan sebelumnya, beberapa botol obat dalam bentuk sirup di dalam kardus
berada di belakang gedung Puskesmas Sukatenang. Bekas pembakaran limbah medis
Puskesmas masih terlihat di belakang gedung. Limbah tersebut dikwatirkan akan
membahayakan masyarakat yang berobat ke Puskesmas.
Pengamatan Lingkungan hidup, Hary, ketika dimintai tanggapannya tentang
limbah medis yang dibuang di belakang gedung Puskesmas menjelaskan, sangat menyayangkan tindakan pegawai Puskesmas Sukatenang yang
membuang limbah medis ngawur, dimana seharusnya institusi pemerintah (Puskesmas) dapat
memberi contoh yang baik dalam hal pengelolaan limbah B3 khususnya limbah infektous (limbah
terinfeksi), apalagi Puskesmas tersebut dekat dengan
pemukiman warga dan sering dikunjungi oleh
masyarakat yang mau berobat.
Dia menambahkan, apapun
itu, yang pasti limbah medis sangat berbahaya dan bisa menularkan penyakit.
Kami berharap pihak dinas kesehatan bertanggungjawab atas kelalaian petugas Puskesmas
tersebut, dan aparat penegak hukum harus segera menindak lanjuti temuan ini,
pintanya.
“Selain sangat berbahaya dan bisa
menularkan penyakit, limbah medis tersebut bisa disalahgunakan oleh pihak-pihak
yang tidak bertanggung jawab,” tandasnya.
Hary menambahkan, kegiatan ini sudah
mencederai UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup, terutama pasal 102 yang berbunyi; Setiap orang yang melakukan pengelolaan
limbah B3 tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat
(4), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling
lama 3 (tiga)
tahun dan denda paling sedikit Rp.1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp.3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah), dan Pasal 103 yang berbunyi
“Setiap
orang yang menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan pengelolaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 59, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun
dan paling
lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp.1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah) dan paling
banyak Rp.3.000.000.000,00
(tiga miliar rupiah), jelasnya.
Ketua Umum
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Peduli Anak Bangsa, Drs.
Halder S, ketika dikonfirmasi tentang obat kedaluarsa di letakkan di belakang
gedung Puskesmas, ia mengatakan obat kedaluarsa seharusnya disimpan didalam
gudang, bukan di belakang gedung. Apabila obat keduarsa tersebut tidak disimpan
di tempat yang aman, bisa saja dimanfaatkan orang lain, katanya.
Menurutnya, masa kedaluarsa obat tersebut
tanggal 17 Juli 2019, berarti hampir satu tahun, ini sudah kelalaian bagian
obat. Kalau obat sudah kedaluarsa, pegawai Puskesmas yang membidangi obat-
obatan sudah melaporkan obat yang sudah kedaluarsa. Pengadaan obat di Puskesmas
dibiayai olah negara. (Karsim/Martinus)