BANDUNG, METRO- Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan COVID-19
Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil,
bersama Ketua TP PKK Provinsi Jabar,
Atalia Ridwan Kamil, meninjau
rumah ibadah di Kabupaten Bandung Barat (KBB) jelang new normal atau di Jabar
dikenal dengan Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB).
Adaptasi Kebiasaan Baru dalam aktivitas keagamaan di rumah
ibadah merupakan Tahap I AKB bagi 15 Zona Biru (Level 2) di Jabar, salah
satunya KBB. Kang Emil –sapaan Ridwan Kamil, meninjau Masjid Al-Irsyad Kota
Baru Parahyangan serta Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) Padalarang, Sabtu
(30/5/20).
Adapun penetapan AKB dengan disiplin protokol kesehatan bagi
15 kabupaten/kota di Zona Biru atau Level 2 berdasarkan hasil pengukuran
sembilan indeks, di antaranya laju transmisi, ODP, PDP, dan penambahan kasus
positif COVID-19. Sementara kepada 40 persen atau 12 daerah lain di Jabar yang
masuk Zona Kuning (Level 3), Kang Emil meminta mereka untuk mengikuti fatwa
Majelis Ulama Indonesia (MUI).
“Saya sampaikan, AKB rumah ibadah tidak berlaku untuk
seluruh daerah, hanya mereka yang secara ilmiah masuk daerah terkendali atau
Zona Biru,” ucap Kang Emil.
“Karena fatwa dari MUI menyatakan kegiatan beribadah bisa
dimulai di dalam masjid jika kondisi terkendali, yang belum terkendali secara
ilmiah tidak boleh dulu,” katanya.
Kang Emil pun berujar, kegiatan rumah ibadah dapat mulai
beradaptasi pada tahap pertama mulai 1 Juni mendatang guna memenuhi kebutuhan
spiritual masyarakat. Hal ini sejalan dengan visi Pemerintah Daerah (Pemda)
Provinsi Jabar yakni Jabar Juara Lahir dan Batin.
“Dalam proses AKB ini yang dipulihkan adalah rumah ibadah
dulu, karena kerinduan spiritualitas menjadi utama, Jabar Juara Lahir Batin.
Maka di tanggal 1 Juni 2020 yang didahulukan adalah, rumah-rumah ibadah, ada masjid, gereja,
kelenteng, dan lain-lain,” ucapnya.
Selain itu, Kang Emil mengatakan, Pemda Provinsi Jabar
merekomendasikan agar penerapan AKB di rumah ibadah dibatasi pada rumah ibadah
di wilayah lingkungan perumahan atau kawasan kecil, sedangkan rumah ibadah besar
yang umum tidak dibuka terlebih dahulu guna menghindari penyebaran virus dari
pengunjung luar.
“Kita rekomendasi masjid besar jangan dulu. Kita Tahap I
adalah masjid-masjid wilayah lingkungan, hanya untuk orang-orang yang tinggal
di situ. Bukan untuk para musafir (orang yang bepergian) karena kita tidak tahu
traveling history-nya (musafir),” tutur Kang Emil.
Pemda Provinsi Jabar pun merekomendasikan warga lanjut usia
(lansia) dan anak-anak untuk tetap beribadah di rumah masing-masing karena
mereka adalah kelompok yang sangat rawan tertular virus SARS-CoV-2.
Sementara itu, Ketua MUI Provinsi Jabar Rachmat Syafei
menegaskan, keputusan Pemda Provinsi Jabar telah sejalan dengan fatwa MUI.
Dalam fatwa MUI, disebutkan bahwa selama masa pandemi
COVID-19 masyarakat diperbolehkan menjalankan salat secara berjamaah jika
tinggal di wilayah terkendali dengan tetap menerapkan protokol kesehatan.
“Di dalam fatwa MUI itu ada (wilayah) terkendali dan
(wilayah) tidak terkendali. Terkendali itu di wilayah-wilayah yang Zona Biru
atau Hijau. Dalam fatwa MUI juga itu (di zona terkendali) boleh dan bisa
dilaksanakan Salat Jumat berjamaah dengan mengacu protokol kesehatan,” kata
Rachmat.
“Adapun wilayah yang masuk (Zona) Merah, fatwa MUI pun
mengatakan haram untuk melaksanakan salat berjamaah dan wajib untuk sendiri
melaksanakannya. Yang jelas, MUI tidak melarang (warga) ibadah, tapi bagaimana
menjaga kesehatannya,” ujarnya.
Dalam agenda di KBB jelang pemulihan rumah ibadah dalam AKB,
Kang Emil turut melakukan simulasi ibadah di Masjid Al-Irsyad Kota Baru
Parahyangan. Dirinya berujar, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebagai
standar protokol kesehatan di tempat ibadah, khususnya masjid.
“Warga yang datang harus cuci tangan dulu. Prosedur kedua, antre menuju wudhu.
Wudu juga antre, ada jarak. Tempat wudu juga kerannya tidak dibuka semua,
diselang-seling sehingga wudu pun ada jarak,” tutur Kang Emil.
Selain itu, dilakukan pengecekan suhu sebelum para jemaah
memasuki ruangan masjid. Kang Emil pun meminta agar petugas masjid bertindak
tegas jika diketahui ada warga dengan suhu tubuh di atas batas normal yakni
37,5 derajat celcius. Selain itu, tanda jarak aman antar baris atau saf salat
juga tidak boleh dilanggar.
“Warga yang suhunya 37,5 derajat (Celcius) ke atas, tidak
masuk kategori wajib salat berjemaah di masjid, karena punya risiko kesehatan,”
kata Kang Emil.
“Masuk ke dalam, siap salat, para jemaah harap melihat ke
bawah, kalau tandanya silang itu spot yang tidak boleh dipakai untuk salat,
maka salat boleh berjarak,” tambahnya.
Terkait pelaksanaan Salat Jumat berjemaah yang merujuk fatwa
MUI, Kang Emil menjelaskan bahwa Salat Jumat tidak bisa dilaksanakan secara
bergiliran dan masyarakat disarankan untuk membawa sajadah masing-masing.
Selesai salat pun, masyarakat harus mengikuti arahan petugas masjid untuk
membubarkan diri secara teratur dan tidak berkerumun.
“Fatwa sementara dari MUI, tidak ada aplusan (giliran) dalam
Salat Jumat. Maka nanti diatur, kalau di dalam interiornya (ruang salat) sudah
penuh, silahkan salat di halaman, di paving block sampai ke jalan, dan direkomendasi
tadi bawa sajadah sendiri. Nanti pulangnya pun tunggu pengumuman. Jangan
seperti biasanya (berkerumun),” ucap Kang Emil.
“Ini tidak nyaman, tapi inilah cara paling baik
menyeimbangkan antara protokol kesehatan dengan syariat beribadah,” katanya.
Senada dengan Kang Emil, Ketua MUI Provinsi Jabar Rachmat
Syafei mengatakan, pelaksanaan salat berjamaah dengan bergiliran atau shift
hanya boleh dilakukan pada salat wajib lima waktu (fardhu) dan tidak berlaku
untuk Salat Jumat.
“Khusus untuk Jum’atan, tidak ada shift-shift-an. (Misalnya)
biar panjang sampai alun-alun pun (biar) begitu saja. Tapi kalau berjamaah
seperti biasa (salat fardhu), bisa shift-shift-an,” ujar Rachmat.
Sebelum meninjau Masjid Al-Irsyad, Kang Emil lebih dulu
meninjau persiapan AKB di Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) Padalarang.
Kang Emil turut memastikan agar rumah ibadah umat Kristiani
ini sudah menerapkan standar protokol kesehatan dengan menyediakan tempat cuci
tangan pakai sabun, menyiagakan alat cek suhu dan hand sanitizer, serta
menandai jarak aman di kursi ibadat.
Adaptasi Kebiasaan Baru atau AKB sendiri adalah istilah yang
digunakan untuk memaknai new normal, yang merupakan kebiasaan baru warga Jabar
di masa pandemi selama obat dan vaksin COVID-19 belum ditemukan.
Dalam hal ini, perilaku sehari-hari berubah secara sadar dan
disiplin menjadi lebih higienis ketika diharuskan berdampingan dengan COVID-19.
Kuncinya, terletak pada protokol kesehatan yang ketat dan tingkat kewaspadaan
individu yang tinggi hingga dapat membantu menjalankan hidup aman, sehat, dan
produktif.
Tiga protokol kesehatan yang wajib dan perlu menjadi
kebiasaan warga Jabar adalah penggunaan masker, sering mencuci tangan, dan
wajib menjaga jarak aman minimal 1,5 meter dengan orang lain saat beraktivitas
di luar rumah. Jangan lupa, selalu perhatikan dan lindungi anggota keluarga
yang rentan, terutama mereka yang lanjut usia, yang mempunyai penyakit penyerta
seperti diabetes, hipertensi, gangguan paru, gangguan ginjal, penyakit autoimun
dan kehamilan.
Kepada warga Jabar, hindari euforia dan jangan lepas kendali dengan dimulainya
AKB di Zona Biru. Situasi bisa berubah sewaktu-waktu jika penularan COVID-19
kembali meningkat. Keberhasilan AKB di Jabar ada di tangan warga yang disiplin
dan taat aturan. (Supriyanto)