BANDUNG, METRO – Forum Aksi Guru Indonesia (FAGI), Jawa Barat (Jabar), melayangkan protes kepada Gubernur Jabar,
Ridwan Kamil, atas dilantiknya Kepala Dinas Pendidikan
(Kadisdik) Jabar yang baru, Dedi Supandi menggantikan Dewi Sartika.
“Kami kecewa tiga kali
berturut-turut dengan Kadisdik Jabar. Sebelumnya, Gubernur menunjuk Ahmad
Hadadi, digantikan dengan Dewi Satrika dan sekarang Dedi Supandi. Ketiganya
bukan dari Lembaga Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (LPTK) dan lama
menjabatnya tidak cukup panjang sehingga program Kadisdik sebelumnya belum
selesai sudah diganti dengan program baru karena pejabatnya baru. Contohnya,
Ahmad Hadadi membuat program SMA Terbuka dan Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) SMK.
Program ini tidak jelas kelanjutnya oleh kadisdik penggantinya,” kata Iwan dari
FAGI
Sabtu (13/6).
Gubernur Jabar, tambah
Iwan, tidak serius dalam mengurus pendidikan di Jabar, berbeda dengan Dinas
Kesehatan (Dinkes) yang selalu berlatar dari pendidikan dokter, sementara
Disdik dari lulusan Institute Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN).
“Saat ini baik
kadisdik maupun sekretaris dinasnya dari IPDN. Sementara ada beberapa pejabat
yang berkualifikasi LPTK malah ditempatkan di SKPD lain,” ujarnya.
Menurut Iwan, jika
pendidikan di Jabar ingin bagus dan juara serahkan pada ahlinya, kalau
diserahkan kepada bukan ahlinya tunggulah kehancuranya.
“Jabatan kepala dinas
seharusnya menjadi jabatan karier. Melalui revisi Peraturan Pemerintahan
tentang Guru, Kemendikbud berupaya untuk memperbaiki sistem rekruitmen dari
mulai jabatan kepala sekolah hingga kepala dinas pendidikan. Kepala dinas
pendidikan harus benar-benar berdasarkan kemampuan karier sebagai guru,”
jelasnya.
Mengacu pada Peraturan
Pemerintah No 11 tahun 2017 tentang Manajemen PNS. Pasal 107 huruf c
mengamanatkan bahwa persyaratan untuk dapat diangkat dalam Jabatan Pemimpin
Tinggi (JPT) tingkat pratama (setingkat Kadisdik) dari kalangan PNS harus
memiliki kompetensi teknis, kompetensi manajerial dan kompetensi sosial
kultural sesuai standar kompetensi jabatan yang ditetapkan.
“Yang dari luar LPTK
tidak akan memiliki roh nya pendidikan untuk menjadi profesional kependidikan, maka harus menjalani pendidikan S1 dan PPG
kependidikan di LPTK. Mengapa guru diwajibkan linier antara kualifikasi
pendidikan dengan mata pelajaran yang diajarkannya, tapi yang ngurus guru tidak
dituntut linieritas”, tandasnya. (SUPRIYANTO)